Sabtu, 09 Maret 2013

Depresansia



PENDAHULUAN
            Depresan adalah senyawa yang dapat mendepres atau menekan system tubuh. Depresan Sistem Syaraf Pusat (SSP) adalah senyawa yang dapat mendepres atau menurunkan aktivitas fungsional dari sistem syaraf pusat (SSP). Akibat dari penurunan aktivitas fungsional sistem syaraf pusat adalah menurunnya fungsi beberapa organ tubuh. Depresan sistem syaraf pusat (SSP) ini bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa nyeri, denyut jantung dan pernafasan. Depresansia terbagi atas golongan sedative, hipnotika, anastetik umum. Depresansia golongan sedative menyebabkan respon fisik dan mental dari hewan menghilang, tetapi tidak mempengaruhi kesadaran atau dengan kata lain hanya menimbulkan efek sedasi. Depresansia golongan hipnotika menimbulkan efek hipnotik pada hewan, sehingga rasa kantuk pada hewan. Depresansia golongan sedative dan hipnotika ini apabila diberikan pada dosis tinggi dapat menyebabkan efek anaesthesi. Depresansia golongan anastetik umum adalah senyawa yang dapat menimbulkan efek anaeshtesi, sehingga kesadaran, rasa nyeri dari hewan menjadi hilang, dan muscle relaxan.

TUJUAN
            Mahasiswa dapat mengetahui daya kerja obat-obat depresan SSP yang bersifat analgesik kuat, relaksan kuat maupun anaestetikum kuat melalui gejala klinis yang ditimbulkan.

ALAT DAN BAHAN
            Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah timbangan, syringe, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan antara lain MgSO4, Kloralhidrat, penthotal 2%, HCl, dan hewan coba (mencit dan katak).

METODA
            Praktikum ini terdiri atas dua perlakuan, yaitu mencit yang dinjeksi dengan penthothal 2%, katak yang diinjeksi dengan chloralhidrat dan MgSO4. Pada perlakuan pertama, mencit ditimbang untuk mengetahui dosis masing-masing yang akan diberikan. Kemudian mencit terlebih dahulu diperiksa status fisiologisnya, berupa kesadaran, rasa nyeri, pernafasan, frekuensi nafas, frekuensi jantung, dan tonus otot. Mencit disuntik penthotal secara intraperitonial dengan volume awal sebanyak 0,05 cc. Setelah 10 menit, diamati perubahan yang terjadi dan disuntik kembali penthotal dengan dosis bertingkat, diulangi sampai mencit mati.
            Perlakuan kedua, yaitu dua ekor katak ditimbang untuk mengetahui dosis masing-masing senyawa yang akan diberikan. Kemudian katak terlebih dahulu diperiksa status fisiologisnya berupa kesadaran, rasa nyeri, pernafasan, frekuensi nafas, frekuensi jantung, dan tonus otot. Katak pertama disuntik dengan MgSO4, katak kedua disuntik dengan kloralhidrat, masing-masing dengan dosis 0,05 cc sebagai dosis awal. Setelah 10 menit, katak diamati perubahan yang terjadi dan disuntik kembali dengan dosis bertingkat, diulangi sampai katak mati.

HASIL

Tabel 1 Perubahan fisiologis mencit selama pemberian Penthatol
Menit
Dosis
(ml)
Aktivitas Tubuh
Reflek
Salivasi/
defekasi/urinasi
Tonus
Otot
Frek.
nafas
Frek.
jantung
Konvulsi
0
0,05
Sedikit aktif
+
-
+
164
184
-
10
0,1
Tidak ada pergerakan
-
-
-
148
160
-
20
0,2







30
0,4







40
0,8







Dst..











Tabel 2 Perubahan fisiologis katak selama pemberian MgSO4
Menit
Dosis (ml)
Posisi tubuh
Reflek
Rasa nyeri
Tonus
Frek. nafas
Frek. jantung
Konvulsi
0
0,05
30o
+
+
+
84
72
-
10
0,1
20o
-
+
-
92
68
-
20
0,2
10o
-
-
-
72
68
-
30








40








Dst..










Tabel 3 Perubahan fisiologis katak selama pemberian Chloralhidrat
Menit
Dosis (ml)
Posisi tubuh
Reflek
Rasa nyeri
Tonus
Frek. nafas
Frek. jantung
Konvulsi
0
0,05
45o
+
+
+
78
100
-
10
0,1
30o
+
+
+
48
88
-
20
0,2
20o
+
+
+
34
84
-
30
0,4
5o
+
+
+
35
96
-
40
0,8
5o
-
+
+
11
76
-
Dst..









PEMBAHASAN
Depresansia terbagi atas golongan sedative, hipnotika, anastetik umum. Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang realtif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respons terhadap perangsangan emosi dan menenangkan. Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Obat yang tergolong sedative, yaitu chloralhidrat.
Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida; b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat; c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat; d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak.
Pentothal dipergunakan dalam larutan 2%, 2,5% atau 5%. Pada praktikum kali ini senyawa yang dipakai adalah senyawa pentothal dengan konsentrasi 2%. Efek dari obat ini terhadap SSP bersifat mendepresi secara tidak selektif pada struktur sinaptik, termasuk pada jaringan prasinaptik dan pasca sinaptik. Penggunaan obat golongan depresi sistem saraf pusat umum ini menstabilkan membran neuron dengan cara mendepresi struktur dari pasca sinaps, selain itu juga dengan mengurangi jumlah transmitter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaps. Onset obat ini secara perenteral berlangsung cepat, pada pemberian dosis 0,1 ml.  Selagi memasukkan obat, hewan coba sudah menunjukkan tanda-tanda hilang kesadaran sampai mengalami tidur yang dalam dan kehilangan rasa nyeri. Pemberian obat pentothal harus secara perlahan, jika pemberian obat dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan penekanan pernafasan. Pentothal merupakan turunan barbiturate dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam). Obat ini digunakan untuk anestesi umum pada operasi kecil yang berlangsung singkat
Magnesium sulfat merupakan senyawa MgSO4. 7H2O USP (United States Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk prisma dingin, pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara dengan 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi MgSO4. 7H2O USP terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%. Pada praktikum ini digunakan MgSO4 40% yang diberikan secara parenteral. Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan sebagai obat anestesi, tetapi pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan lama karena sempitnya waktu antara terjadinya anestesi dan depresi pernapasan.
Ion magnesium pada MgSO4 dapat menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap system syaraf perifer mirip dengan ion kalium, yaitu menyebabkan kelemahan otot. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer. MgSO4 menghambat pelepasan asetilkolin dan menurunkan kepekaan motor endplate maka MgSO4 mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan memperpanjang pengaruh dari obat-obat pelemas otot non depolarisasi dan depolarisasi sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat dan lebih lama .
Selain itu ion magnesium menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang spesifik. Pemberian magnesium sulfat akan menekan timbulnya letupan neuron. Derajat penekanan akan bertambah seiring dengan meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan berkurang dengan menurunnya kadar magnesium. Katak pada pemberian senyawa ini menunjukkan hilangnya kesadaran dan relaksasi muskular pada dosis 0,1 ml. Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya mencapai 15 meq/liter. Katak yang diberi perlakuan dengan MgSO4 mengalami kematian karena hilang pernafasan  pada dosis 0,1 ml.
.Secara kimiawi, kloralhidrat adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi alkohol. Efek bagi pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda pada penyakit saraf hysteria. Berhubung cepat terjadinya toleransi dan resiko akan ketergantungan fisik dan psikis, obat ini hanya digunakan untuk waktu singkat.
            Pada saat sebelum perlakuan didapat status fisiologis katak normal yaitu posisi tubuh, reflek, rasa nyeri, tonus, frekuensi napas 78 kali/menit, dan frekuensi jantung 100 kali/menit. Penyuntikan chloralhidrat dosis 0.05ml terjadi penurunan posisi tubuh sebesar 150, frekuensi napas menjadi 48 kali/menit, dan frekuensi jantung 88 kali/menit, sedangkan reflek, rasa nyeri, tonus secara umum masih normal. Kemudian penyuntikan chloralhidrat dengan dosis 0.10 ml terlihat reflek, rasa nyeri, tonus masih normal tetapi posisi tubuh turun lagi 100 dan frekuensi napas menjadi 34 kali/menit serta frekuensi jantung 84 kali/menit. Pada penyuntikan dosis 0.20 posisi tubuh tinggal 50 , frekuensi napas dan jantung menjadi tidak stabil tetapi reflek, rasa nyeri, dan tonus masih ada. Pada pemberian dosis chloralhidrat 0.40 reflek dan tonus katak hilang, lalu  frekuensi napas turun hingga 11 kali/menit dan frekuensi jantung menjadi 76 kali/menit dan akhirnya katak mengalami kematian.

KESIMPULAN
            Obat depresan sistem syaraf pusat merupakan senyawa yang dapat menekan sistem syaraf pusat. Penthotal dapat menimbulkan gejala hilangnya kesadaran dan hilangnya pernafasan. Obat ini bekerja dengan mendepresi struktur dari pasca sinaps, dan mengurangi jumlah transmitter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaps. MgSO4  merupakan obat relaxan kuat jika diberikan secara parenteral. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer. Chloralhidrat dapat menimbulkan gejala hilangnya ksadaran .

DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara Sulistia et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: UI Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar