PENDAHULUAN
Depresan adalah senyawa yang dapat mendepres
atau menekan system tubuh. Depresan Sistem Syaraf Pusat (SSP) adalah senyawa
yang dapat mendepres atau menurunkan aktivitas fungsional dari sistem syaraf pusat
(SSP). Akibat dari penurunan aktivitas fungsional sistem syaraf pusat adalah
menurunnya fungsi beberapa organ tubuh. Depresan sistem syaraf pusat (SSP) ini
bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa nyeri, denyut jantung dan
pernafasan. Depresansia terbagi atas golongan sedative, hipnotika, anastetik
umum. Depresansia golongan sedative menyebabkan respon fisik dan mental dari
hewan menghilang, tetapi tidak mempengaruhi kesadaran atau dengan kata lain
hanya menimbulkan efek sedasi. Depresansia golongan hipnotika menimbulkan efek
hipnotik pada hewan, sehingga rasa kantuk pada hewan. Depresansia golongan
sedative dan hipnotika ini apabila diberikan pada dosis tinggi dapat
menyebabkan efek anaesthesi. Depresansia golongan anastetik umum adalah senyawa
yang dapat menimbulkan efek anaeshtesi, sehingga kesadaran, rasa nyeri dari
hewan menjadi hilang, dan muscle relaxan.
TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui daya kerja
obat-obat depresan SSP yang bersifat analgesik kuat, relaksan kuat maupun
anaestetikum kuat melalui gejala klinis yang ditimbulkan.
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum
kali ini adalah timbangan, syringe, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan
antara lain MgSO4, Kloralhidrat, penthotal 2%, HCl, dan hewan coba
(mencit dan katak).
METODA
Praktikum ini terdiri atas dua perlakuan,
yaitu mencit yang dinjeksi dengan penthothal 2%, katak yang diinjeksi dengan
chloralhidrat dan MgSO4. Pada perlakuan pertama, mencit ditimbang
untuk mengetahui dosis masing-masing yang akan diberikan. Kemudian mencit
terlebih dahulu diperiksa status fisiologisnya, berupa kesadaran, rasa nyeri,
pernafasan, frekuensi nafas, frekuensi jantung, dan tonus otot. Mencit disuntik
penthotal secara intraperitonial dengan volume awal sebanyak 0,05 cc. Setelah
10 menit, diamati perubahan yang terjadi dan disuntik kembali penthotal dengan
dosis bertingkat, diulangi sampai mencit mati.
Perlakuan
kedua, yaitu dua ekor katak ditimbang untuk mengetahui dosis masing-masing
senyawa yang akan diberikan. Kemudian katak terlebih dahulu diperiksa status
fisiologisnya berupa kesadaran, rasa nyeri, pernafasan, frekuensi nafas,
frekuensi jantung, dan tonus otot. Katak pertama disuntik dengan MgSO4,
katak kedua disuntik dengan kloralhidrat, masing-masing dengan dosis 0,05 cc
sebagai dosis awal. Setelah 10 menit, katak diamati perubahan yang terjadi dan
disuntik kembali dengan dosis bertingkat, diulangi sampai katak mati.
HASIL
Tabel 1 Perubahan
fisiologis mencit selama pemberian Penthatol
Menit
|
Dosis
(ml)
|
Aktivitas
Tubuh
|
Reflek
|
Salivasi/
defekasi/urinasi
|
Tonus
Otot
|
Frek.
nafas
|
Frek.
jantung
|
Konvulsi
|
0
|
0,05
|
Sedikit
aktif
|
+
|
-
|
+
|
164
|
184
|
-
|
10
|
0,1
|
Tidak ada
pergerakan
|
-
|
-
|
-
|
148
|
160
|
-
|
20
|
0,2
|
|
|
|
|
|
|
|
30
|
0,4
|
|
|
|
|
|
|
|
40
|
0,8
|
|
|
|
|
|
|
|
Dst..
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 2 Perubahan fisiologis katak selama
pemberian MgSO4
Menit
|
Dosis (ml)
|
Posisi tubuh
|
Reflek
|
Rasa nyeri
|
Tonus
|
Frek. nafas
|
Frek. jantung
|
Konvulsi
|
0
|
0,05
|
30o
|
+
|
+
|
+
|
84
|
72
|
-
|
10
|
0,1
|
20o
|
-
|
+
|
-
|
92
|
68
|
-
|
20
|
0,2
|
10o
|
-
|
-
|
-
|
72
|
68
|
-
|
30
|
|
|
|
|
|
|
|
|
40
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dst..
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 3 Perubahan fisiologis katak selama
pemberian Chloralhidrat
Menit
|
Dosis (ml)
|
Posisi tubuh
|
Reflek
|
Rasa nyeri
|
Tonus
|
Frek. nafas
|
Frek. jantung
|
Konvulsi
|
0
|
0,05
|
45o
|
+
|
+
|
+
|
78
|
100
|
-
|
10
|
0,1
|
30o
|
+
|
+
|
+
|
48
|
88
|
-
|
20
|
0,2
|
20o
|
+
|
+
|
+
|
34
|
84
|
-
|
30
|
0,4
|
5o
|
+
|
+
|
+
|
35
|
96
|
-
|
40
|
0,8
|
5o
|
-
|
+
|
+
|
11
|
76
|
-
|
Dst..
|
|
|
|
|
|
|
|
|
PEMBAHASAN
Depresansia terbagi atas
golongan sedative, hipnotika, anastetik umum. Hipnotik sedatif merupakan
golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang realtif tidak selektif,
mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga
yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi,
koma dan mati, bergantung pada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan
aktivitas, menurunkan respons terhadap perangsangan emosi dan menenangkan.
Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa
menimbulkan kantuk yang berat. Obat yang tergolong sedative, yaitu
chloralhidrat.
Hipnotik menyebabkan tidur
yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang
kehilangan tonus otot. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur
serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Efek samping umum
hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu a) depresi pernafasan,
terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat
benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida; b)
tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat; c) sembelit pada penggunaan
lama, terutama barbiturat; d) “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan
harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan
karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang), termasuk juga
zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat
tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak.
Pentothal dipergunakan dalam larutan 2%, 2,5% atau 5%. Pada praktikum kali ini senyawa yang
dipakai adalah senyawa pentothal dengan konsentrasi 2%. Efek dari obat ini
terhadap SSP bersifat mendepresi secara tidak selektif pada struktur sinaptik,
termasuk pada jaringan prasinaptik dan pasca sinaptik. Penggunaan obat golongan
depresi sistem saraf pusat umum ini menstabilkan membran neuron dengan cara
mendepresi struktur dari pasca sinaps, selain itu juga dengan mengurangi jumlah
transmitter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaps. Onset obat ini secara
perenteral berlangsung cepat, pada pemberian dosis 0,1 ml. Selagi
memasukkan obat, hewan coba sudah menunjukkan tanda-tanda hilang kesadaran
sampai mengalami tidur yang dalam dan kehilangan rasa nyeri. Pemberian obat
pentothal harus secara perlahan, jika pemberian obat dengan kecepatan tinggi
akan menimbulkan penekanan pernafasan. Pentothal merupakan turunan barbiturate
dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam). Obat ini digunakan untuk
anestesi umum pada operasi kecil yang berlangsung singkat
Magnesium sulfat merupakan
senyawa MgSO4. 7H2O USP (United States
Pharmacope) yang merupakan kristal berbentuk prisma dingin, pahit dan larut
dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara dengan 8,12 meq
magnesium. Larutan injeksi MgSO4. 7H2O USP
terdapat dalam konsentrasi 10%, 12,5%, 25%, 40%, dan 50%. Pada praktikum ini
digunakan MgSO4 40% yang diberikan secara parenteral. Dahulu MgSO4
dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan sebagai obat anestesi, tetapi
pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan lama karena sempitnya waktu
antara terjadinya anestesi dan depresi pernapasan.
Ion magnesium pada MgSO4
dapat menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan mengakibatkan
penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap system syaraf perifer mirip
dengan ion kalium, yaitu menyebabkan kelemahan otot. Hal ini disebabkan karena
adanya hambatan pada neuromuskular perifer. MgSO4 menghambat
pelepasan asetilkolin dan menurunkan kepekaan motor endplate maka MgSO4
mempunyai pengaruh potensial, sinergis dan memperpanjang pengaruh dari
obat-obat pelemas otot non depolarisasi dan depolarisasi sehingga kerja
obat-obat tersebut akan lebih kuat dan lebih lama .
Selain itu ion magnesium
menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang spesifik. Pemberian magnesium
sulfat akan menekan timbulnya letupan neuron. Derajat penekanan akan bertambah
seiring dengan meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan berkurang dengan
menurunnya kadar magnesium. Katak pada pemberian senyawa ini menunjukkan
hilangnya kesadaran dan relaksasi muskular pada dosis
0,1 ml. Magnesium dapat menyebabkan depresi
pernapasan bila kadarnya lebih dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti
napas bila kadarnya mencapai 15 meq/liter. Katak yang diberi perlakuan dengan
MgSO4 mengalami kematian karena hilang pernafasan pada dosis 0,1 ml.
.Secara kimiawi, kloralhidrat
adalah aldehida yang terikat dengan air, menjadi alkohol. Efek bagi pasien-pasien yang gelisah, juga sebagai obat pereda pada
penyakit saraf hysteria. Berhubung cepat terjadinya toleransi dan
resiko akan ketergantungan fisik dan psikis, obat ini hanya digunakan untuk
waktu singkat.
Pada saat sebelum
perlakuan didapat status fisiologis katak normal yaitu posisi tubuh, reflek,
rasa nyeri, tonus, frekuensi napas 78 kali/menit, dan frekuensi jantung 100
kali/menit. Penyuntikan chloralhidrat dosis 0.05ml terjadi penurunan posisi
tubuh sebesar 150, frekuensi napas menjadi 48 kali/menit, dan frekuensi
jantung 88 kali/menit, sedangkan reflek, rasa nyeri, tonus secara umum masih
normal. Kemudian penyuntikan chloralhidrat dengan dosis 0.10 ml terlihat
reflek, rasa nyeri, tonus masih normal tetapi posisi tubuh turun lagi 100
dan frekuensi napas menjadi 34 kali/menit serta frekuensi jantung 84 kali/menit.
Pada penyuntikan dosis 0.20 posisi tubuh tinggal 50 , frekuensi
napas dan jantung menjadi tidak stabil tetapi reflek, rasa nyeri, dan tonus
masih ada. Pada pemberian dosis chloralhidrat 0.40 reflek dan tonus katak
hilang, lalu frekuensi napas turun hingga
11 kali/menit dan frekuensi jantung menjadi 76 kali/menit dan akhirnya katak
mengalami kematian.
KESIMPULAN
Obat depresan
sistem syaraf pusat merupakan senyawa yang dapat menekan sistem syaraf pusat.
Penthotal dapat menimbulkan gejala hilangnya kesadaran dan hilangnya
pernafasan. Obat ini bekerja dengan mendepresi struktur dari pasca sinaps, dan mengurangi jumlah transmitter
kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaps. MgSO4 merupakan obat
relaxan kuat jika diberikan secara parenteral. Hal ini disebabkan karena
adanya hambatan pada neuromuskular perifer. Chloralhidrat dapat menimbulkan
gejala hilangnya ksadaran .
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara Sulistia et al. 1995. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: UI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar