PENDAHULUAN
Logam
berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk
setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5g adalah
logam ringan. Dalam tubuh makhluk hidup logam berat termasuk dalam mineral
“trace” atau mineral yang jumlahnya sangat sedikit. Beberapa mineral trace
adalah esensiil karena digunakan untuk aktivitas kerja system enzim misalnya
seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe) dan beberapa unsur lainnya seperti kobalt
(Co), mangaan (Mn) dan beberapa lainnya. Beberapa logam bersifat non-esensiil
dan bersifat toksik terhadap makhluk hidup misalnya : merkuri (Hg), kadmium
(Cd) dan timbal (Pb).
Logam merupakan kelompok toksikan
yang dapat berubah-ubah akibat pengaruh fisikokimia, biologis, atau akibat
aktivitas manusia. Logam
memperlihatkan rentang toksisitas yang lebar. Kerja utama logam adalah
menghambat enzim. Efek ini biasanya timbul akibat interaksi antara logam dengan
gugus SH pada enzim itu. Selain itu, logam dapat menggangu fungsi enzim
dengan menghambat sintesisnya. Umumnya
efek toksik logam merupakan akibat dari reaksi antara logam dan komponen
intrasel. Untuk dapat menimbulkan efek toksiknya pada suatu sel, logam harus
memasuki sel dengan
melintasi membran. Dengan demikian, logam yang bersifat lipofilik misalnya
metil merkuri akan lebih bersifat toksik. Apabila suatu logam terikat pada
suatu protein, ikatan tersebut akan diserap secara endositosis. Logam juga
dapat masuk ke dalam sel melalui difusi pasif, misalnya timbal.
Logam berat tidak mengalami metabolism,
tetap berada dalam tubuh dan menyebabkan efek toksik dengan cara bergabung
dengan suatu atau beberapa gugus ligan yang esensial bagi fungsi fisiologis
normal. Ligan adalah suatu molekul yang mengikat molekul lain yang umumnya
lebih besar. Ligan member atau menerima electron untuk membentuk ikatan
kovalen, biasanya dengan logam. Antagonis logam berat, suatu kelator (chelating agent) khusus dirancang untuk
berkompetisi dengan ligan terhadap logam berat, sehingga meningkatkan ekskrsi
logam dan mencegah atau menghilangkan efek toksiknya. Logam berat biasa
bereaksi membentuk ikatan koordinat dengan ligan dalam tubuh berbentuk –OH,
-COO-, -OPO3H-, -C=O, -SH, -S-S-, NH2 dan =NH (Ganiswara
1995).
TINJAUAN
PUSTAKA
Keracunan Logam
Berat
Toksisitas logam adalah keracunan dalam tubuh manusia yang diakibatkan oleh bahan berbahaya yang mengandung logam beracun. Keracunan logam
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi, kulit, dan peroral. Umumnya, logam
terdapat di alam dalam bentuk batuan, biji tambang, tanah, air, dan udara (Bondy dan Prasad,
1988). Keracunan logam berat dapat berasal dari timbal, perak, barium, merkuri,
arsen, dan lain-lain.
Logam Pb (timbal)
Timbal
(Pb) adalah satu unsur logam berat yang lebih tersebar luas dibanding logam
toksik lainnya (Chadha, 1995). Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena
penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri. Keracunan
timbale dapat terjadi melalui absorbsi terhadap kulit, peroral, maupun
inhalasi. Sebanyak 5-15 % keracunan timbale berasal dari penyerapan usus.
Keracunan dapat berjalan akut, subakut, maupuin kronis (Homan dan Brogan,
1993).
Gejala
keracunan timbal diantaranya pada sistem pencernaan berupa muntah-muntah,
nyeri/kolik abdomen, rasa logam dan garis biru pada gusi, serta konstipasi
kronis. gejala
keracunan pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia, basofilia
pungtata, retikulosis, berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear,
hipertensi dan nefritis, serta artralgia (Hendry, 1979).
Logam Perak (Ag)
Logam perak telah lama digunakan
dalam dunia medis sebagai antibakteri (Alexander, 2009). Toksisitas perak telah
lama diteliti pada berbagai hewan coba. Diantara efek toksisitas perak adalah
agyria (Buckley and Terhaar, 1973; Hanna et
al. 1974; Rich et al. 1972;
Walker 1971), efek neurologic (Rungby and Danscher 1984), penurunan berat
badan, dan kematian (Matuk et al.
1981; Walker 1971).
Logam Barium (Ba)
Barium merupakan salah satu logam
yang banyak menimbulkan keracunan. Efek keracunan barium menimbulkan gangguan
keseimbangan potassium (hypokalemia), quadriparesis, gagal organ pernapasan
akut, gastroenteritis, nyeri abdomen, dan lemah umum (Renukumar dan Sagar,
2012).
BAHAN DAN METODE
PERCOBAAN
1 : Antidota Timah Hitam (Pb)
Bahan dan Alat
·
Seduhan
teh kental (zat yang mengandung tannin)
·
Larutan
Pb asetat
·
Alkohol
·
HCl
encer
·
Larutan
Natrium thiosulfat 2%
·
Tabung
reaksi
Prosedur
Tambahkan seduhan teh kedalam
larutan Pb asetat 10%, kemudian campuran diambil sebagian untuk ditambah alkohol sedang sebagian lagi
ditambah larutan Hcl encer. Tambahkan larutan Natrium thiosulfat 2% ke dalam
larutan Pb asetat 10%. Perhatikan apa yang terjadi dari kedua percobaan
antidota timah hitam tersebut dan jelaskan reaksi yang terjadi.
PERCOBAAN 2 :
Antidota Perak (Ag)
Bahan dan Alat
·
Larutan
Argentum nitrat 1%
·
Larutan
Natrium klorida 0.9%
·
Larutan
Natrium thiosulfat 2%
·
Tabung
reaksi
·
Corong
gelas
·
Kertas
saring
Prosedur
Tambahkan 0.5cc larutan NaCl 0.9%
ke dalam 0.5 cc larutan AgNO3 1%.
Tambahkan 0.5 cc larutan Na thiosulfat 2% kedalam 0.5 cc larutan AgNO3
1%. Saring kedua campuran masing masing, dan masing masing filtratnya
diambil sedikit untuk ditambah larutan NaCl 0.9%. Perhatikan apa yang terjadi.
PERCOBAAN 3 :
Antidota Barium (Ba)
Bahan dan Alat
·
Larutan
Natrium Sulfat 2%
·
Larutan
Barium klorida 10 %
·
Larutan
HCl 0.1%
·
Tabung
reaksi
Prosedur
Tambahkan
larutan Natrium sulfat 2% ke dalam larutan Barium klorida 10%. Kedalam larutan
tersebut tambahkan HCl 0.1 N. Perhatikan apa yang etrjadi dan jelaskan
reaksinya.
PERCOBAAN 6 :
Antidota Air Raksa (Merkuri=Hg)
Bahan dan Alat
·
Larutan
HgCl2 1%
·
Alkohol
·
HCl
encer
·
Larutan
Natrium thiosulfat 2%
·
Larutan
segar albumin telur
·
Kalium
iodide (KI)
·
Darah
yang sudah di febrinasi
·
Natrium
foraldehida sulfoksilat
·
Natrium
foraldehida sulfoksilat yang telah diasamkan dengan HCl
·
Natrium
foraldehida sulfoksilat yang telah di alkalinasi dengan Natrium bikarbonat
·
Dimercaprol
(2,3-dimercaptopropanol=BAL) 1%
·
BAL
yang telah diasamkan dengan HCl
·
BAL yang telah di alkalinasi dengan Natrium
bikarbonat
·
Tabung
reaksi
Prosedur
Tambahkan seduhan teh kedalam 5 mL larutan HgCl2
1%, bagi dua campuran ini, kemudian satu bagian ditambah alkohol,
sedangkan sebagian lainnya ditambah larutan HCl encer. Tambahkan pada 0.5 mL
larutan HgCl2 1% sedikit larutan segar albumin telur, perhatikan apa
yang terjadi, kemudian tambahkan larutan segar albumin telur berlebih. Sediakan
6 buah tabung reaksi, masing masing di isi dengan larutan HgCl2 1%.
Tambahkan pada zat seperti berikut: pada tabung reaksi pertama tambahkan
beberapa tetes Natrium thiosulfat. Pada tabung kedua tambahkan secara cepat 2
cc larutan Natrium thiosulfat. Pada tabung ketiga tambahkan beberapa tetes
kalium iodida. Pada tabung keempat tambahkan secara cepat larutan Natrium
thiosulfat sebanyak 2 cc, diikuti kalium iodida beberapa tetes. Pada tabung
kelima tambahkan 2 cc larutan albumin telur diikuti satu tetes Natrium
thiosulfat kemudian kalium iodida beberapa tetes. Ulangi, tetapi sebagai ganti
dari 1 tetes Natrium thiosulfat, tambahkan beberapa tetes.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Percobaan
1 : Antidota Timah Hitam (Pb)
Timbal (Pb) merupakan logam yang
terkandung dalam berbagai produk. Pada praktikum, senyawa yang digunakan adalah
Pb asetat. Senyawa ini dapat menyebabkan keracunan timbal secara akut jika
hewan terpapar dengan dosis yang cukup tinggi. Sedangkan keracunan timbal
secara sub akut dapat terjadi jika hewan terpapar Pb asetat dengan dosis kecil
secara terus-menerus.
Tabel
1 Hasil percobaan antidota Pb asetat
Tabung no
|
Campuran
|
Hasil
|
1.
|
Teh+Pb asaetat 10%+alkohol
|
Endapan melayang berwarna cokelat
|
2.
|
Teh+Pb asetat 10%+HCl encer
|
Endapan cokelat
|
3.
|
Pb asetat 10%+Natrium Thiosulfat 2%
|
Endapan putih
|



Pb asetat ½ (TanninàPb Asetat) ½ (TanninàPb Asetat)
+ + +
Natrium Thiosulfat
HCl Alkohol
Pada ketiga campuran, akan ada
endapan yang terbentuk akibat reaksi antara antidota dengan timbal. Endapan
yang terbentuk adalah timbal hidroksida. Hal ini terjadi baik pada Pb asetat
yang dicampurkan dengan tanin maupun Natrium thiosulfat. Hal ini menunjukkan
bahwa tanin dan Natrium thiosulfat dapat dijadikan antidota keracunan timbal
yang bekerja dengan cara mengendapkan timbal sehingga tidak dapat diabsorbsi
oleh usus dan langsung dibuang. Plant
phytates dapat mengikat timbal sehingga tidak dapat diapsorbsi (Tiwari dan
Sinha 2010).
Pada campuran teh, Pb asetat, dan
alkohol, terjadi endapan melayang berwarna cokelat dengan larutan berwarna
cokelat. Setelah didiamkan beberapa menit, akan terbentuk endapan berwarna
cokelat di dasar tabung dengan larutan keruh. Sedangkan pada campuran teh, Pb
asetat, dan HCl encer langsung terbentuk endapan berwarna cokelat pada dasar
tabung dengan warna larutan lebih jernih. Pada suasana asam, tanin akan lebih
cepat mengendapkan timbal dibandingkan pada suasana basa. Selain itu, HCl
merupakan asam kuat sehingga akan lebih mudah bereaksi dengan senyawa garam Pb
asetat.
Percobaan 2 :
Antidota Perak (Ag)
Tahap
pertama
Tabel
2 Reaksi awal pencampuran.
No
|
Sampel
|
Antidota
|
Hasil
|
1
|
AgNO3 1% (0.5 cc)
|
NaCl 0.9% (0.5 cc)
|
Terbentuk warna putih susu
|
2
|
AgNO3 1% (0.5 cc)
|
Na thiosulfat 2% (0.5 cc)
|
Terbentuk warna kuning coklat
|

Tahap kedua
Filtrat 1 + NaCl = menghasilkan warna bening .
Filtrat 2 + NaCl = menghasilkan warna bening.
Natrium
tidak pernah ditemukan tersendiri di alam. Natrium adalah logam keperak-perakan
yang lembut dan mengapung di atas air, tergantung pada jumlah oksida dan logam
yang terekspos pada air, natrium dapat terbakar secara spontanitas. Lazimnya
unsur ini tidak terbakar pada suhu di bawah 1150C. Diantara banyak
senyawa natrium yang memiliki kepentingan indutrial adalah garam dapur (NaCl),
soda abu (Na2CO3), caustic soda (NaOH), Chile salpeter (NaNO3), di- dan
tri-natrium fosfat, natrium tiosulfat (hypo, Na2S2O3).5H2O) dan boraks
(Na2B407).10 H2O).
Natrium
tiosulfat berupa hablur besar, tidak berwarna atau serbuk hablur kasar.
Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari
330C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut
dalam air dan tidak larut dalam etanol. Natrium tiosulfat juga berperan sebagai
antidota untuk keracunan sianida. Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang
mengkonversi sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan
enzim sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat
merupakan senyawa nontoksik dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan
sianida. Pada percobaan Antidota perak didapat hasil bahwa Na.Thiosulfat lebih
cepat mengendapkan logam berat dibandingkan dengan NaCl 0,9% hal ini dapat terjadi karena NaCl 0,9% adalah
larutan yang sama isotonisnya dengan cairan didalam tubuh sehingga tidak
berpengaruh terhadap mengatasi keracunan logam berat perak. Reaksi yang terjadi
adalah :
AgNO3 + NaCl à AgCl (putih
susu) + NaCl
Ag2S2O3
+ NaCl à AgCl
(endapan hitam) + Na2S2O3
Percobaan 3 :
Antidota Barium (Ba)
Tabel
3 Reaksi logam dan antidota
Larutan
|
Hasil
|
Na2SO4 2%+BaCl 10%+HCl 0,1N
|
Larutan keruh dan membentuk endapan putih
|
Reaksi yang terjadi
BaCl2 + Na2SO4 → BaSO4
+ NaCl → endapan putih

Percobaan 6:
Antidota Air Raksa (Merkuri=Hg)
A. HgCl 1% dengan Albumin
Keracunan
HgCl (garam merkuri) merupakan salah satu jenis keracunan logam berat yang
banyak ditemui di perairan. Salah satu penanganan awal keracunan merkuri adalah
pemberian antidota asal albumin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan
albumin dapat mengendapkankan merkuri menjadi gumpalan berbentuk gelatin.
Tabel
4 Reaksi logam dan antidota
Konsentrasi HgCl dengan Albumin
|
Reaksi (gumpalan)
|
1
2
|
+
++
|
Albumin merupakan protein yang
mampu berikatan dengan berbagai macam logam. Keracunan merkuri dapat diikat
menjadi bentuk gumpalan gelatin. Konsentrasi gumpalan sesuai dengan jumlah
merkuri dan albumin yang berikatan. Semakin tinggi konsentrasi albumin dan
merkuri, semakin banyak gumpalan gelatin yang terbentuk.
B. HgCl 1% dengan
beberapa antidota
a. HgCl2 1% + Na2S2O3 (beberapa tetes ) → putih, ada endapan kuning
b. HgCl2 1% + Na2S2O3 (langsung 2cc) → kuning
c.
HgCl2 1% + KI → endapan jingga (orange)
d. HgCl2 1% + Na2S2O3
(secara cepat) + KI → endapan agak orange, hitam, supernatan jernih
e. HgCl2 1% + albumin + Na2S2O3
(1 tetes) + KI
→ orange, ada gumpalan
albumin, jernih pada dasar
HgCl2 1% + albumin + Na2S2O3 (beberapa tetes) +
KI → gumpalan albumin, kuning
Secara alami Hg dapat berasal dari gas gunung
berapi dan penguapan dari air laut. Natrium thiosulfat merupakan antidota yang baik
untuk Hg. Pemberian secara perlahan-lahan akan menghasilkan larutan berwarna
putih dan terbentuk endapan kuning. Apabila natrium thiosulfat diberikan
sekaligus maka akan terbentuk gumpalan berwarna kuning pada permukaan dan pada
dasarnya berwarna jernih. Dari kedua perlakuan tersebut dapat dilihat bahwa
pemberian secara perlahan akan lebih efektif karena mampu mengendapkan Hg lebih
banyak. Sedangkan pada pemberian yang sekaligus akan menyebabkan larutan
tersebut menjadi jenuh. Pemberian Kalium Iodida sebagai antidota Hg akan
memberikan hasil endapan berwarna orange. Hal ini berarti KI dapat mengendapkan
Hg. Reaksi yang terjadi adalah HgCl2 + KI à
KCl + HgI2. Endapan berwarna oranye tersebut merupakan HgI2.
Pemberian natrium thiosulfat secara cepat dan
berlebih yang diikuti KI beberapa tetes akan menghasilkan endapan yang berwarna
hitam dan orange serta supernatan yang jernih. Ikatan Natrium thiosulfat yang
diberikan secara cepat akan menjenuhkan larutan sehingga Hg tidak dapat
berikatan sempurna. Ketika diberi beberapa tetes KI maka Hg yang masih bebas
akan diikat oleh Iodium sehingga menhasilkan warna orange. Untuk percobaan
dengan penambahan albumin menunjukkan terjadinya gumpalan albumin, sedangkan
pada penambahan darah yang telah didefibrinasi menunjukkan adanya endapan
seperti pasir. Hasil ini menunjukkan bahwa albumin dan darah merupakan antidota
alami yang dapat mengikat logam.
Hg2+ +
2HCl à HgCl2 + 2H+ + 2e-
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dapat
disimpulkan bahwa Setiap logam memiliki rute masing-masing untuk masuk dalam
tubuh manusia. Dosis pemaparan yang dibutuhkan untuk menimbulkan keracunan dan
gejala klinis yang muncul merupakan kekhasan masing-masing logam. Logam dalam
bentuk ion yang beredar dalam sirkulasi tubuh akan berbahaya, sehingga salah
satu mekanisme kerja dari antidota yaitu dengan membentuk Kristal dan
mengendapkannya sehingga sulit diserap tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Alexander JW. 2009. History of the
medical use of silver. Surg Infect
(Larchmt ) 10(3):289–292.
Bondy, S.C., and Prasad, K.N.
1988. Metal Neurotixcity. Boca Raton,
Fla : CRC Press.
Buckley WR, Terhaar CJ. 1973. The skin as an excretory organ
in argyria. Trans St Johns Hosp Dermatol
Soc 59(1):39–44.
Chadha. 1995. Timbal Ilmu Forensik dan
Toksikologi Edisi 5. Jakarta : Widya Medika.
Ganiswara,
Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi
ed.4. Jakarta: Gaya Baru.
Hanna C, Fraunfelder FT, Sanchez J. 1974. Ultrastructural study of argyrosis of the cornea and conjunctiva. Arch Ophthalmol 92(1):18–22.
Hendry Matthew MD. 1979. Treatment
of Common Acute Poisoning, 4th edition, Edinburgh
: Churchill Livingstone.
Tiwari, Radhey Mohan
dan Malini Sinha. 2010. Veterinary
Toxicology. Oxford Book Company; Jaipur, India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar