Selasa, 26 Maret 2013

BABESIOSIS DAN PENANGGULANGANNYA


Babesiosis atau Piroplasmosis, adalah suatu penyakit hewan yang bisa menular ke manusia (zoonosis) yang disebabkan oleh protozoa parasit genus Babesia yang mirip dengan  parasit malaria, yaitu dengan menginfeksi sel darah merah binatang liar dan binatang peliharaan. Gejala yang ditimbulkan mirip demam malaria, yaitu demam dan disertai anemi hemolitik.
Saat ini, Babesiosis sudah dikelompokkan ke dalam penyakit yang sedang mengancam (emerging disease). Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Tahun 1988, ditemukan kasus demam dengan hemoglobinuri pada seekor sapi di Rumania. Pada tahun 1957 Dr. Skrabalo melaporkan penyakit Babesiosis di Yugoslavia sebagai suatu penyakit yang mematikan. Pada tahun 1969 ditemukan infeksi Babesia microti pada manusia yang limpanya masih intak di kepulauan Nantucket (Massachusetts, Amerika Serikat). Di Amerika, penyakit ini ditemukan sesuai dengan tempat penyebaran sengkelit (tungau = tick), yaitu sejenis parasit Acaride pengisap darahyang endemis di daerah tersebut, serta di sebelah selatan Connecticutt. Juga pernah dilaporkan dari Wisconsin dan Minnessota.
Tick biasanya mengisap darah rusa; jika menghisap darah manusia atau hewan lain, mka tungau ini menularkan parasit Babesia yang selanjutnya memasuki sel darah merah (intraerythrocytic protozoa) seperti parasit malaria. Manusia yang tertular parasit, tidak selalu memperlihatkan gejala, kecuali pada penderita yangmengalami penurunan kekebalan, seperti pada penderita yang baru diangkat limpanya,penderita HIV/AIDS atau penderita yang memperoleh pengobatan yang menurunkan daya tahan tubuh.

ISI
Piroplasma adalah parasit darah yang umum dijumpai di vertebrata.  Memiliki ukuran yang lebih kecil daripada Plasmodiidae dengan bentuk piriform, bulat, ameboid, atau batang, tergantung pada genusnya. Parasit ini hadir di eritrosit, dan pada beberapa genera, parasit ini ada di leukosit atau komponen darah yang lain. Theileriidae mempunyai rhoptris (dan mikronema serta mikrotubul subpelikular pada beberapa tahap), sedangkan Babesiidae mampunyai cincin polar, mikrotubul subpelikular, dan mungkin juga mempunyai mikronema, dan pada beberapa tahap mempunyai mikropore. Pigmen yang dimiliki parasit ini (hemozoin) tidak terbentuk dari hemoglobin inang. Tidak ditemukan spora atau oosit yang digunakan untuk memperbanyak diri, namun parasit ini memperbanyak diri secara aseksual dengan cara binary fission (membelah diri) atau merogony. Reproduksi secara seksual (mungkin) terjadi didalam tubuh vector. Parasit ini bergerak dengan cara body flexion (melekukkan badan) atau gliding (meluncur).
Klasifikasi parasit penyebab penyakit Babesiosis
Phylum            : Apicomplexa
Subklas            : Piroplasma
Ordo                : Piroplasma
Famili              : Babesidae
Genus              : Babesia
Spesies            : Babesia canis (anjing)
                          Babesia felis (kucing)
                          Babesia bovis dan Babesia bigemina (sapi)
Apabila specimen darah yang terinfeksi oleh parasit ini diwarnai dengan pewarnaan Romanowsky, akan terlihat sitoplasma yang berwarna biru dengan masa khromatin berwarna merah dan biasanya pada satu ujung. Butir-butir khromatin yang berbentuk benang berasal dari massa khromatin yang lebih besar. Dengan bentuk buah pir yang membentuk sudut dengan kedua ujung runcing berdekatan.
            Perkembangan genus Babesia dalam eritrosit induk semang vertebrata terjadi melalui proses pertumbuhan (schizogoni) menjadi dua, empat atau lebih trophozoit. Proses ini diulang sampai persentase eritrosit yang berparasit menjadi lebih banyak. Pada satu sel darah merah, tidak jarang ditemui infeksi yang terjadi berkali-kali dengan banyak sekali trophozoit, namun oleh para peneliti, hal itu dianggap sebagai suatu seri pembelahan yang berkali-kali pada waktu invasi parasit.
            Babesiosis sendiri adalah suatu penyakit penting yang paling banyak ditemukan di peternakan sapi, terutama di Amerika Serikat. Penyakit ini hampir sama dengan Texas fever yang diyakini penyebabnya tidak hanya Babesia bigemina, namun kombinasi dari B. bigemina, B. bovis serta rickettsia Anaplasma marginale. Namun, kini Texas fever telah hilang dari amerika Serikat, dan hanya menyisakan B. canis pada anjing dan B. equina pada kuda.
            Babesiosis sangat pathogen pada banyak host, dan yang menjadi tidak biasa adalah angka kematian karena penyakit ini lebih banyak ditemukan pada hewan yang dewasa dibandingkan dengan hewan yang muda pada beberapa bagian di dunia. Ditandai dengan demam, tidak enak badan (pada manusia) dan lesu/tanpa gairah. Pada tahap yang sudah kronis, maka akan terjadi anemia yang hebat dan kerusakan eritrosit disertai dengan hemoglobinuria. Membran mucous pada penderita akan memiliki warna yang pucat kemudian mengalami ikterus.
Apabila karkas hewan yang menderita penyakit ini dilihat, maka akan ditemui limpa yang mengalami pembesaran, dengan tekstur yang empuk dan adanya pulp (tekstur semacam bubur) yang berwarna merah tua serta prominent splenic corpuscles. Hati juga mengalami pembesaran dengan warna kuning kecoklatan, lambung ikut menpis disertai dengan edem. Akan terjadi diare disertai sembelit dan feses yang berwarna kuning, kecuali pada penderita yang perakut (baru diserang). Hewan yang terserang akan kehilangan kondisi terbaik tubuhnya, menjadi kurus dan kemudian mati.
            Kematian yang terjadi, tidak hanya disebabkan oleh kerusakan eritrosit yang kemudian diikuti oleh anemia, edema dan ikterus, namun penyebab yang paling utama adalah penyumbatan pembuluh darah oleh sel yang terinfeksi parasit dan oleh parasit bebas itu sendiri pada pembuluh kapiler di berbagai organ. Penyumbatan ini akan berakibat degenerasi sel endothelial pada pembuluh darah yang kecil, anoxia, akumulasi produk metabolis yang bersifat toksik, melemahnya dinding kapiler, dan keluarnya eritrosit dari perivaskular serta hemorhagea makroskopik. Ada banyak kesamaan penyakit babesiosis pada ternak dengan penyakit malaria pada manusia.
            Parasit dipindahkan oleh caplak Ixodes sp. dan Boophilus sp. Parasit masuk kedalam tubuh caplak ketika caplak menghisap darah hewan yang terinfeksi, untuk kemudian berkembang didalam sel epitel saluran cerna tungau dan menyebar ke seluruh bagian tubuh caplak tersebut, terutama ke kelenjar ludah. Parasit yang ada kemudian menginvasi indung telur dan berkembang biak lebuh banyak lagi di dalam larva caplak yang juga memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit ini (transovarial transmission).
            Pada saat caplak menghisap darah, parasit di dalam tubuh caplak akan berpindah ke tubuh hewan yang dihisap darahnya, dan berkembang biak di dalamnya. Parasit ini akan berada di dalam eritrosit (intra eritrosit) dan ketika sel darah merah yang diinfeksi telah pecah, maka parasit tersebut akan menyebar ke sel darah yang lain untuk menginfeksinya. Apabila parasit berada dalam fase exoeritrosit (diluar darah dan belum menginvasi ke dalam eritrosit), maka tidak akan ditemui gejala klinis yang dapat menyimpulkan bahwa hewan tersebut telah tertular parasit ini.
            Babesiosis dapat terjadi dalam jangka waktu yang bertahun-tahun. Hal ini disebabkan spesifitas antigen yang ada disekitar tubuh parasit telah berubah kepekaannya terhadap antibodi dari tubuh hewan, sehingga parasit dapat bertahan lebih lama di dalam tubuh hewan sebelum vektor membawa parasit ini ke host yang baru.
            Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi pada banyak keadaan. Komplikasi yang mungkin ditemui adalah sindrom gagal nafas akut (acute respiratory distress syndrome), gagal jantung akibat anemia, disseminated intravascular coagulation, tekanan darah yang turun hingga shock, infark miokardium dan gagal ginjal.
            Tindakan medis yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan acridine derifatif acrifalin (trypaflavine, gonacrine, flavin, euflavin; campuran dari 2,8-diamino-10-methylacridinium chloride dengan sejumlah kecil 2,8-diaminoacrinidium chloride) dan pemberian quinolinw derifative acaprin. Beberapa senyawa diamidin aromatik memberikan efek yang lebih baik, diantarnya stilbamidine, propamidine, pentamidine, phenamidine dan diminazene. Obat ini disuntikkan secara intramuscular ataupun subkutan tergantung dari campuran obat yang digunakan.
            Amicarbalide merupakan pilihan obat yang terbaik untuk ternak jenis sapi, juga dapat memberikan treatment pada kuda yang disebabkan oleh B.caballi. Pada penggunaanya diminazene aceturate diberikan secara intramuscular dengan dosis 3-5mg/kg berat badan, amicarbalide diberikan secara intramuscular 5-10mg/kg berat badan, imidocarb diberikan secara intramuscular dengan dosis 1-3mg/kg berat badan.
            Karena Babesiosis di tularkan oleh caplak, pencegahan dan control bergantung  pada eliminasi atau penghilanagan caplak. Hal ini bisa dilakukan dengan regular dipping, yang bisa menghilangkan paling tidak pada satu area dasar untuk peternakan. Back Rubber dengan anti caplak, juga dapat menjadi pilihan yang lain unutk mencegah penyebaran caplak. Anjing dan kuda tunggang bisa di diobati secara individual.
Premunization buatan dari hewan muda juga dapat dilakukan, terutama di afrika utara. Biasanya dilakukan dengan cara Mild strain pada organisme tersebut. Perlakuan ini tidak begitu penting jika hewan tersebut tumbuh / besar di area endemic yang mana mereka akan secara natural terinfeksi  pada usia dini, tapi bermanfaat di area yang hanya memiliki proporsi pasti dari hewan yang terinfeksi atau untuk hewan yang di tujukan untuk dikirim ke daerah endemik. Vaksinasi hewan dewasa untuk mengatasi babesiosis belum dilakukan secara komersil, sempat ada tapi tidak untuk waktu yang lama.

PENUTUP
            Babesiosis adalah suatu penyakit yang penting di peternakan sapi. Penyakit ini bersifat sangat pathogen dan zoonosis(dapat menular ke manusia) pada host yang memiliki ketahanan tubuh yang rendah. Vektor parasit ini adalah caplak jenis Ixodes(secara alamiah), Boophilus, Rhipicephalus, Dermacentor, dan Haemaphysalis. Penanggulangan penyakit ini

DAFTAR PUSTAKA
Ashadi,Gatut dan Handayani, Sri Hutami.1992. Protozoologi Veteriner 1. Bogor:    IPB
Levine Norman D. 1985. Protoozoology Veteriner. Iowa: Iowa State University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar