Babesiosis atau Piroplasmosis, adalah suatu penyakit hewan
yang bisa menular ke manusia (zoonosis) yang disebabkan oleh protozoa parasit
genus Babesia yang mirip dengan parasit malaria, yaitu dengan menginfeksi sel
darah merah binatang liar dan binatang peliharaan. Gejala yang ditimbulkan
mirip demam malaria, yaitu demam dan disertai anemi hemolitik.
Saat ini, Babesiosis sudah dikelompokkan ke dalam penyakit
yang sedang mengancam (emerging disease). Penyakit ini ditemukan di
seluruh dunia. Tahun 1988, ditemukan kasus demam dengan hemoglobinuri pada
seekor sapi di Rumania. Pada tahun 1957 Dr. Skrabalo melaporkan penyakit
Babesiosis di Yugoslavia sebagai suatu penyakit yang mematikan. Pada tahun 1969
ditemukan infeksi Babesia microti pada manusia yang limpanya masih intak
di kepulauan Nantucket (Massachusetts, Amerika Serikat). Di Amerika, penyakit
ini ditemukan sesuai dengan tempat penyebaran sengkelit (tungau = tick),
yaitu sejenis parasit Acaride pengisap darahyang endemis di daerah tersebut,
serta di sebelah selatan Connecticutt. Juga pernah dilaporkan dari Wisconsin
dan Minnessota.
Tick biasanya mengisap darah rusa; jika
menghisap darah manusia atau hewan lain, mka tungau ini menularkan parasit
Babesia yang selanjutnya memasuki sel darah merah (intraerythrocytic
protozoa) seperti parasit malaria. Manusia yang tertular parasit, tidak
selalu memperlihatkan gejala, kecuali pada penderita yangmengalami penurunan
kekebalan, seperti pada penderita yang baru diangkat limpanya,penderita HIV/AIDS
atau penderita yang memperoleh pengobatan yang menurunkan daya tahan tubuh.
ISI
Piroplasma
adalah parasit darah yang umum dijumpai di vertebrata. Memiliki ukuran yang lebih kecil daripada
Plasmodiidae dengan bentuk piriform, bulat, ameboid, atau batang, tergantung
pada genusnya. Parasit ini hadir di eritrosit, dan pada beberapa genera,
parasit ini ada di leukosit atau komponen darah yang lain. Theileriidae
mempunyai rhoptris (dan mikronema serta mikrotubul subpelikular pada beberapa
tahap), sedangkan Babesiidae mampunyai cincin polar, mikrotubul subpelikular,
dan mungkin juga mempunyai mikronema, dan pada beberapa tahap mempunyai
mikropore. Pigmen yang dimiliki parasit ini (hemozoin) tidak terbentuk dari
hemoglobin inang. Tidak ditemukan spora atau oosit yang digunakan untuk
memperbanyak diri, namun parasit ini memperbanyak diri secara aseksual dengan
cara binary fission (membelah diri)
atau merogony. Reproduksi secara
seksual (mungkin) terjadi didalam tubuh vector. Parasit ini bergerak dengan
cara body flexion (melekukkan badan)
atau gliding (meluncur).
Klasifikasi parasit penyebab
penyakit Babesiosis
Phylum : Apicomplexa
Subklas : Piroplasma
Ordo : Piroplasma
Famili : Babesidae
Genus : Babesia
Spesies : Babesia canis (anjing)
Babesia felis (kucing)
Babesia bovis dan Babesia bigemina (sapi)
Apabila specimen darah yang terinfeksi oleh parasit ini
diwarnai dengan pewarnaan Romanowsky, akan terlihat sitoplasma yang berwarna
biru dengan masa khromatin berwarna merah dan biasanya pada satu ujung.
Butir-butir khromatin yang berbentuk benang berasal dari massa khromatin yang
lebih besar. Dengan bentuk buah pir yang membentuk sudut dengan kedua ujung
runcing berdekatan.
Perkembangan genus Babesia dalam eritrosit induk semang
vertebrata terjadi melalui proses pertumbuhan (schizogoni) menjadi dua, empat
atau lebih trophozoit. Proses ini diulang sampai persentase eritrosit yang
berparasit menjadi lebih banyak. Pada satu sel darah merah, tidak jarang
ditemui infeksi yang terjadi berkali-kali dengan banyak sekali trophozoit,
namun oleh para peneliti, hal itu dianggap sebagai suatu seri pembelahan yang
berkali-kali pada waktu invasi parasit.
Babesiosis
sendiri adalah suatu penyakit penting yang paling banyak ditemukan di
peternakan sapi, terutama di Amerika Serikat. Penyakit ini hampir sama dengan Texas fever yang diyakini penyebabnya
tidak hanya Babesia bigemina, namun
kombinasi dari B. bigemina, B. bovis serta rickettsia Anaplasma marginale. Namun, kini Texas fever telah hilang dari amerika
Serikat, dan hanya menyisakan B. canis
pada anjing dan B. equina pada kuda.
Babesiosis
sangat pathogen pada banyak host, dan
yang menjadi tidak biasa adalah angka kematian karena penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada hewan yang dewasa dibandingkan dengan hewan yang muda pada
beberapa bagian di dunia. Ditandai dengan demam, tidak enak badan (pada
manusia) dan lesu/tanpa gairah. Pada tahap yang sudah kronis, maka akan terjadi
anemia yang hebat dan kerusakan eritrosit disertai dengan hemoglobinuria.
Membran mucous pada penderita akan memiliki warna yang pucat kemudian mengalami
ikterus.
Apabila karkas
hewan yang menderita penyakit ini dilihat, maka akan ditemui limpa yang
mengalami pembesaran, dengan tekstur yang empuk dan adanya pulp (tekstur semacam
bubur) yang berwarna merah tua serta prominent
splenic corpuscles. Hati juga mengalami pembesaran dengan warna kuning
kecoklatan, lambung ikut menpis disertai dengan edem. Akan terjadi diare
disertai sembelit dan feses yang berwarna kuning, kecuali pada penderita yang perakut
(baru diserang). Hewan yang terserang akan kehilangan kondisi terbaik tubuhnya,
menjadi kurus dan kemudian mati.
Kematian yang terjadi, tidak hanya
disebabkan oleh kerusakan eritrosit yang kemudian diikuti oleh anemia, edema
dan ikterus, namun penyebab yang paling utama adalah penyumbatan pembuluh darah
oleh sel yang terinfeksi parasit dan oleh parasit bebas itu sendiri pada
pembuluh kapiler di berbagai organ. Penyumbatan ini akan berakibat degenerasi
sel endothelial pada pembuluh darah yang kecil, anoxia, akumulasi produk
metabolis yang bersifat toksik, melemahnya dinding kapiler, dan keluarnya eritrosit
dari perivaskular serta hemorhagea makroskopik. Ada banyak kesamaan penyakit
babesiosis pada ternak dengan penyakit malaria pada manusia.
Parasit dipindahkan oleh caplak Ixodes sp. dan Boophilus sp. Parasit masuk kedalam tubuh caplak ketika caplak
menghisap darah hewan yang terinfeksi, untuk kemudian berkembang didalam sel
epitel saluran cerna tungau dan menyebar ke seluruh bagian tubuh caplak tersebut,
terutama ke kelenjar ludah. Parasit yang ada kemudian menginvasi indung telur
dan berkembang biak lebuh banyak lagi di dalam larva caplak yang juga memiliki
kemampuan untuk menularkan penyakit ini (transovarial
transmission).
Pada saat caplak menghisap darah,
parasit di dalam tubuh caplak akan berpindah ke tubuh hewan yang dihisap
darahnya, dan berkembang biak di dalamnya. Parasit ini akan berada di dalam
eritrosit (intra eritrosit) dan ketika sel darah merah yang diinfeksi telah
pecah, maka parasit tersebut akan menyebar ke sel darah yang lain untuk
menginfeksinya. Apabila parasit berada dalam fase exoeritrosit (diluar darah
dan belum menginvasi ke dalam eritrosit), maka tidak akan ditemui gejala klinis
yang dapat menyimpulkan bahwa hewan tersebut telah tertular parasit ini.
Babesiosis dapat terjadi dalam
jangka waktu yang bertahun-tahun. Hal ini disebabkan spesifitas antigen yang
ada disekitar tubuh parasit telah berubah kepekaannya terhadap antibodi dari
tubuh hewan, sehingga parasit dapat bertahan lebih lama di dalam tubuh hewan
sebelum vektor membawa parasit ini ke host
yang baru.
Penyakit ini dapat menimbulkan
komplikasi pada banyak keadaan. Komplikasi yang mungkin ditemui adalah sindrom
gagal nafas akut (acute respiratory
distress syndrome), gagal jantung akibat anemia, disseminated intravascular coagulation, tekanan darah yang turun
hingga shock, infark miokardium dan gagal ginjal.
Tindakan medis yang dapat dilakukan
yaitu dengan memberikan acridine derifatif acrifalin (trypaflavine, gonacrine,
flavin, euflavin; campuran dari 2,8-diamino-10-methylacridinium chloride dengan
sejumlah kecil 2,8-diaminoacrinidium chloride) dan pemberian quinolinw
derifative acaprin. Beberapa senyawa diamidin aromatik memberikan efek yang
lebih baik, diantarnya stilbamidine, propamidine, pentamidine, phenamidine dan
diminazene. Obat ini disuntikkan secara intramuscular ataupun subkutan
tergantung dari campuran obat yang digunakan.
Amicarbalide merupakan pilihan obat
yang terbaik untuk ternak jenis sapi, juga dapat memberikan treatment pada kuda yang disebabkan oleh
B.caballi. Pada penggunaanya
diminazene aceturate diberikan secara intramuscular dengan dosis 3-5mg/kg berat
badan, amicarbalide diberikan secara intramuscular 5-10mg/kg berat badan,
imidocarb diberikan secara intramuscular dengan dosis 1-3mg/kg berat badan.
Karena
Babesiosis di tularkan oleh caplak, pencegahan dan control bergantung pada eliminasi atau penghilanagan caplak. Hal
ini bisa dilakukan dengan regular dipping, yang bisa menghilangkan paling tidak
pada satu area dasar untuk peternakan. Back Rubber dengan anti caplak, juga
dapat menjadi pilihan yang lain unutk mencegah penyebaran caplak. Anjing dan
kuda tunggang bisa di diobati secara individual.
Premunization
buatan dari hewan muda juga dapat dilakukan, terutama di afrika utara. Biasanya
dilakukan dengan cara Mild strain
pada organisme tersebut. Perlakuan ini tidak begitu penting jika hewan tersebut
tumbuh / besar di area endemic yang mana mereka akan secara natural
terinfeksi pada usia dini, tapi
bermanfaat di area yang hanya memiliki proporsi pasti dari hewan yang
terinfeksi atau untuk hewan yang di tujukan untuk dikirim ke daerah endemik. Vaksinasi
hewan dewasa untuk mengatasi babesiosis belum dilakukan secara komersil, sempat
ada tapi tidak untuk waktu yang lama.
PENUTUP
Babesiosis adalah suatu penyakit
yang penting di peternakan sapi. Penyakit ini bersifat sangat pathogen dan
zoonosis(dapat menular ke manusia) pada host yang memiliki ketahanan tubuh yang
rendah. Vektor parasit ini adalah caplak jenis Ixodes(secara alamiah), Boophilus,
Rhipicephalus, Dermacentor, dan Haemaphysalis.
Penanggulangan penyakit ini
DAFTAR
PUSTAKA
Ashadi,Gatut
dan Handayani, Sri Hutami.1992. Protozoologi
Veteriner 1. Bogor: IPB
Levine
Norman D. 1985. Protoozoology Veteriner. Iowa: Iowa State University Press
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_152_Babesiosis.pdf/11_152_Babesiosis.
html [2 Oktober 2009]
http://www.aafp.org/afpT
/20010515/1969.html [2 Oktober 2009]