PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Peningkatan
populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan
manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan-hewan
tersebut dapat menularkan dan membawa berbagai agen penyakit. Salah satu solusi
untuk memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi
pada anjing maupun kucing baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi pada
hewan betina dapat dilakukan dengan hanya mengangkat ovariumnya saja
(ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya
(ovariohisterectomy).
Ovariohisterectomy
merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariectomy dan histerectomy.
Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan
ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah tindakan
mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Ovariohisterctomy dapat juga dilakukan
untuk terapi pengobatan pada kasus-kasus reproduksi seperti pyometra,
endometritis, tumor uterus, cyste, hiperplasia dan neoplasia kelenjar mamae.
Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti perubahan tingkah
laku seperti hewan tidak berahi, tidak bunting, dan tidak dapat menyusui.
Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan hormonal.
Ovariohisterektomi
dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi, tetapi yang paling
baik dilakukan sebelum pubertas dan selama fase anestrus. Ovariohisterektomi
paling berbahaya dilakukan pada saat estrus dan pregnansi, serta pada betina
tua yang gemuk. Umur 4 – 6 bulan merupakan waktu paling tepat untuk melakukan spaying karena hewan sudah bisa
dianestesi. Anjing betina dewasa 3-4 bulan setelah
estrus dan 6-8 minggu setelah melahirkan merupakan waktu yang tepat unutk dilakukan
spaying. Teknik
pembedahan ovariohistrektomi dilakukan dengan laparotomi medianus yaitu suatu
prosedur pembedahan untuk membuka rongga abdomen. Hewan harus dipuasakan lebih
kurang 12 jam karena akan dilakukan anestesi umum.
Komplikasi yang
biasa terjadi pada saat bedah ovariohisterectomi adalah Perdarahan, terjadi
akibat dari ligasi yang kurang sempurna dan tidak benar. Infeksi karena
prosedur operasi dilakukan secara tidak aseptis
sehingga dapat menyebabkan peritonitis. Estrus berulang dan pseudoestrus, keadaan
ini dikaitkan dengan adanya vulvitis kronis disertai discharge yang mengotori
daerah perianal. Inkontinensia urin dan
Eunuchoid syndrome yaitu perubahan tingkah laku dimana hewan lebih jinak.
Tujuan
Tujuan praktikum
adalah untuk melatih keterampilan dalam prosedur bedah
dan mempelajari serta mempraktikkan tata cara ovariohisterektomi yang benar
untuk mencegah meningkatnya populasi hewan atau
sebagai terapi, karena adanya tumor pada ovarium, kista ovary,
tumor pada uterus, atau pyometra.
MATERI DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan
yang digunakan adalah kucing, xylazine 2%, atropin sulfat,
ketamin, betadine, iodium tingtur 3%, alkohol 70%, larutan NaCl fisiologis,
amoxilin, tetrasiklin.
Alat
yang digunakan pada praktikum kali ini adalah satu set pelatan bedah minor
(scalpel, blade, gunting tumpul-tajam bengkok, gunting tumpul lurus, pinset
anatomis,pinset sirurgis, needle holder, arteri clamp anatomis dan sirurgis,
towel clamp), dua set perlengkapan bedah untuk operator dan asisten operator,
catgut double strand 3/0, benang silk
, lap, tampon, alat pencukur rambut, kassa, kain penutup/duk, gurita,
stetoskop, termometer, perban, plester, meja dan lampu operasi, timbangan, dan
syringe/ spoit.
Metodologi
Preparasi Perlengkapan Operasi
Preparasi perlengkapan operasi dilakukan 5 hari sebelum operasi yaitu pada
hari kamis. Alat bedah minor dimasukkan dan ditata dalam bak
instrumen, yang terdiri dari 4 towel clamp, 2 pinset anatomis dan sirurgis, 1
gagang scalpel, 3 gunting, 4 tang arteri lurus anatomis, 2 tang arteri bengkok
anatomis, 1 tang arteri lurus sirurgis, 1 tang arteri lurus anatomis, dan 1
needle holder. Baju operasi, sikat, lap, duk, sarung tangan dan masker
ditata
dibungkus dengan dua lapis muslin dan diberi tanda
kelompok.
Sterilisasi alat dilakukan
dengan memasukkan peralatan kedalam sterilisator dengan suhu 100oC
selama 1 jam / 121oC selama 15 menit. Peralatan yang telah
disterilisasi digunakan pada saat operasi. Peralatan disusun sesuai dengan
urutan yang dilakukan oleh asisten satu. Peralatan digunakan operator sesuai
dengan fungsinya.
Preparasi Hewan Coba
Kucing yang
sudah dipuasakan ditimbang untuk
menentukan dosis premedikasi dan anastetik yang akan diberikan. Kucing
disuntikan atropin sulfat dengan dosis 0.2
mg/kg BB sebagai premedikasi lalu dibiarkan selama
10 menit. Setelah itu, kucing disuntikan anastetik yang digunakan untuk
trasquilizer yaitu xylazine 2% dengan dosis 0.2
mg/kg BB dan ketamin dengan dosis 0.2 mg/
kg BB. Antibiotik yang digunakan adalah oxytetracyclin dengandosis 0.56 mg/kg BB dan penicillin (topical). Desinfektan yang digunakan adalah
alkohol 70% dan iodium tinkture 3%.
Preoperasi dilakukan pemeriksaan
fisik pada kucing meliputi temperatur, frekuensi jantung, frekuensi respirasi, Capillary Refill Time (CRT), dan tonus
otot. Pembiusan dilakukan dari tahap premedikasi, induksi, dan maintenance. Kucing yang sudah terbius dilakukan pencukuran daerah
orientasi di sekitar sayatan. Daerah orientasi
yang sudah dicukur diolesi
desinfektan yaitu alkohol 70% kemudian iodin tincture 3%. Perubahan-perubahan
pada kucing diamati setiap 10 menit sampai
waktu pemulihan ketika kucing mulai sadar.
Perubahan-perubahan fisiologis yang diamati meliputi frekuensi nafas, frekuensi
jantung, temperatur, CRT, warna mukosa, tonus otot pipi, reflek kaki dan reflek
pupil.
Preparasi Operator dan Asisten
Operator dan asisten 1 diberikan
pengarahan oleh dosen penanggung jawab praktikum sbelum operasi dimulai.
Operator dan asisten memakai tutup kepala dan masker dilanjutkan
dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan menyikat jari-jari kedua tangan
kanan dan kiri, bagian lengan, membilas tangan dengan
air dengan arah dari ujung jari ke lengan yang dilakukan 10-15 kali. Kran air ditutup menggunakan siku. Tangan
dikeringkan menggunakan handuk tiap sisi
untuk tiap tangan, selanjutnya membuka perlengkapan bedah. Baju operasi dipakai dengan bantuan asisten selanjutnya
memakai
glove dan operasi siap dilakukan.
Operasi
Penyayatan pertama yang dilakukan yaitu penyayatan pada kulit 1 cm di caudal dari
umbilikal, panjang sayatan yaitu 2-3 cm. Setelah kulit tersayat cari linea alba
yang
berupa garis putih menghubungkan tulang rawan xiphoid – tendon pubis, dengan
menggunakan scalpel secara lurus kemudian dilanjutkan dengan gunting tumpul di
sisi dalam ke arah cranial untuk menghindari perlukaan organ dalam. Penyayatan
dilakukan sepanjang 3-5 cm diukur dari 1 cm dari os pubis ke arah cranial.
Urutan dari otot yang akan terkoyak pada laparotomi medianus posterior adalah
aponeurose, musculus obliquus abdominis externus
et internus, dilanjutkan lapisan peritoneum. Setelah rongga abdomen
terbuka, dilakukan pencarian cornua uteri dan disusuri
sampai ditemukan ovarium baik yang kiri maupun yang kanan, setelah ovarium ditemukan sayat penggantung kemudian arteri di klem dan
diikat menggunakan benang catgut, potong tepat
ditengah antara klem arteri. Lakukan hal yang sama untuk ovarium disisi
sebelahnya.
Cornua uteri dipegang kemudian diklem dan diikat pada
bagian corpus uteri, potong crpus uteri tepat ditengah antara klem arteri,
pastikan arteri terikat dengan benar untuk menghindari pendarahan didalam
rongga abdomen. Masukkan kembali usus yang keluar, selanjutnya jahit
bagian otot, lemak dan kulit. Antibiotik penicilin 50.000 IU diberikan secara topikal. Lakukan penjahitan pada lapisan
peritoneum dan linea alba menggunakan jarum berpenampang bulat dan benang
catgut 3/0 chromic dengan tipe jahitan sederhana (simple suture). Penutupan peritoneum
dengan aponeurose otot dijahit menggunakan cat gut 3/0. Lalu penjahitan kulit
dan subkutis dengan menggunakan silk 3/0. Pendarahan yang terjadi selama proses
operasi dapat ditekan dengan penjepitan arteri menggunakan klem arteri.
Penjahitan dimulai dari bagian ujung perlukaan, kemudian bagian tengah, diulangi
ke ujung sampai luka tertutup. Setelah penjahitan selesai, antibiotic penisilin diberikan secara topikal ke bagian luka.
Antibiotik juga diberikan sebelum penjahitan dilakukan. Luka jahit diolesi
dengan salep (ichtiol dan levertran) untuk menunjang persembuhan.
Post Operasi
Perawatan post operasi dilakukan dengan
memperhatikan frekuensi jantung, frekuensi
nafas,
suhu tubuh, warna membran mukosa, perdarahan, rasa nyeri, keadaan luka, feses dan urinasi. Pemberian antibiotik amoksilin 2x sehari pagi dan
malam minimal 3 hari. Perban dibuka jika luka terlihat sudah sembuh.
Menjaga kebersihan kandang dan pemberian makanan dan minuman yang benar akan mempercepat proses persembuhan hewan.
Pembukaan jahitan dilakukan hari ke-7 post operasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Ovariohisterektomi
adalah operasi pengeluaran organ reproduksi berupa ovarium dan uterus dari rongga
abdomen. Operasi ini selain untuk mengurangi populasi, juga untuk terapi
penyakit yang ada di dalam organ-organ reproduksi. Ovariohisterectomy (OH) istilah kedokteran yang
terdiri dari ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan
pengamputasian, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Sedangkan Hysterectomy adalah tindakan pengamputasian, mengeluarkan dan
menghilangkan organ uterus dari dalam tubuh. Jadi ovariohisterectomy merupakan
tindakan bedah / operasi pengangkatan organ reproduksi betina dari ovarium
sampai dengan uterus. Ovariohisterectomy ini menggunakan teknik laparotomi
posterior dimana dengan sayatan medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus.
Uterus tersebut berada pada daerah abdominal (flank) bagian posterior,
tepatnya di anterior dari vesica urinaria.
Indikasi ovariohisterectomy
(OH) yaitu sterilisasi,
penyembuhan penyakit saluran reproduksi (pyometra, tumor ovary, cysteovary)
tumor uterus (leiomyoma, fibroma, fibroleiomyoma), tumor
mammae, veneric sarcoma, prolapsus uterus dan vagina, hernia
inguinalis, modifikasi tingkah laku agar mudah dikendalikan, lebih
jinak, membatasi jumlah populasi ( Komang WS 2011).
Tindakan
operasi yang dilakukan tanpa memperhatikan prosedur dan kebersihan maka secara
tidak sengaja akan menimbulkan berbagai hal diantaranya terjadi
komplikasi akibat perdarahan karena pembuluh darah ovarium
yang rupture ketika ligamentum suspensorium ditarik, terjadinya
Ovariant remnant syndrome sehingga
dapat menyebabkan hewan tetap estrus pasca ovariohysterectomy karena
pengambilan ovarium pada saat operasi yang tidak sempurna, uterine
stump pyometra, inflamasi dan granuloma, fistula
pada traktus reproduksi terjadi karena berkembang dari adanya respon inflamasi
terhadap material operasi (benang), urinary
incontinence menyebabkan tidak dapat mengatur spincter vesica
urinary karena adanya perlekatan (adhesi) atau granuloma pangkal uterus (sisa)
yang mengganggu fungsi spincter vesica urinary (Noviana D et al. 2011).
Sediaan anaesthetikum yang banyak digunakan adalah kombinasi
ketamin-xylazin. Kombinasi ini memiliki
banyak keuntungan, diantaranya ekonomis, aplikasinya mudah, induksinya cepat begitu juga
pemulihannya, mempunyai pengaruh relaksasi otot yang
baik, serta jarang menimbulkan komplikasi klinis
(Benson et al. 1985).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kucing yang akan dioperasi
dilakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu untuk mengetahui status kesehatan
secara keseluruhan dari hewan yang meliputi signalement dan status present. Kucing
domestic short hair umur ›2 tahun yang akan dioperasi memiliki temperamen yang
agresif dan ganas dengan perawatan baik, suhu tubuh dan nafas preoperasi tidak
mengalami perubahan, namun frekuensi nadi mengalami peningkatan sedikit
peningkatan, hal ini kemungkinan disebabkan kucing stress akibat restrain pada
saat pemeriksaan fisik.
Signalement
Nama
Hewan
:Momoi
Jenis
Hewan : Kucing
Ras : Domestic short hair
Warna
Rambut dan kulit :
Putih – orange
Jenis
Kelamin : Betina
Umur
:
> 2 tahun
Berat badan : 2 kg
Status Present
Keadaan
umum :
Perawatan :
Baik
Habitus :
Agresif, Ganas
Gizi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada keempat kaki
Suhu : 37.6 oC,
normal
Frekuensi nadi : 96/menit,
normal
Frekuensi nafas :
72 /menit, normal
CRT :
1 detik
Adaptasi
lingkungan : Takut
Perhitungan
dosis :
Jumlah yang
diberikan = bobot badan x dosis
konsentrasi
|
Atropin Sulfat = 0,025 mg/kg x 2kg = 0,2 ml
0,25 mg/ml
Xylazine =
2 mg/kg x 2 kg =
0,2 ml
20 mg/ml
Ketamine = 10 mg/kg x
2 kg = 0,2 ml
100 mg/ml
Kucing diperiksa secara umum untuk mengetahui suhu, frekuensi jantung dan frekuensi
nafasnya. Kemudian kucing diberi preanaesthesi dengan atropin sulfat untuk mencegah muntah saat operasi, karena atropin
menyebabkan blokade reversibel kerja
kolinomimetik mempengaruhi motilitas usus,
bronkodilatator, dan mencegah terjadinya hipersalivasi (Katzung 2001).
Anestesi
umum yang digunakan yaitu kombinasi ketamin dan
xylazine. Pemilihan anestesi umum ini harus sesuai dengan syarat anestesi yaitu
antara lain; 1) tidak bergantung pada mekanisme metabolisme di dalam tubuh untuk
menghancurkan dan mengeliminasinya, 2) proses pengindukan yang cepat ,
kedalaman anestesi yang dapat cepat dirubah dan masa pemulihan yang cepat, 3)
tidak menekan pusat respirasi dan jantung, 4) tidak mengiritasi jaringan tubuh,
5) murah, stabil, tidak mudah meledak dan terbakar, 6) tidak membutuhkan
peralatan tertentu untuk mengaplikasikannya, 7) durasi lama dan onset cepat.
Anestesi umum dilakukan untuk menghilangkan kesadaran hewan, menghilangkan rasa
sakit, memudahkan pelaksanaan operasi dan menjaga keselamatan operator maupun
hewan itu sendiri.
Pembiusan anestetikum harus memperhatikan
ukuran relatif hewan, umur hewan, dan kondisi fisik. Xylazine mempunyai daya
kerja sebagai hipnotikum, anoksia, analgesia, muscle relaxan berpengaruh
terhadap sistem kardiovascular. Sedangkan ketamin merupakan golongan
anestetikum disosiatif, mempunyai margin
of safety yang cukup luas, mendepres fungsi respirasi, menyebabkan adanya
reflek menelan. Anestesi diberikan secara intra muscular. Mengurangi efek dari
anestetikum ini sebaiknya diberikan medikasi preanestetic yaitu dengan
menggunakan sulfas atrophin. Sulfas atrophin merupakan anti cholinergica yang
kerjanya memblokir kerja acetilcholin pada terminal-terminal ganglion dan
syaraf otonom, mengurangi kerja kelenjar saliva dan bronkhial serta
meningkatkan kerja jantung.
Tujuan premedikasi adalah untuk mengurangi jumlah anestetikum umum
yang diperlukan dan meningkatkan batas keamanan; mengurangi rasa takut,
menenangkan pasien dan membantu terciptanya keadaan bebas cekaman sehingga
mempermudah pemberian anestetikum; mengurangi sekresi kelenjar saliva dan
kelenjar selaput lendir saluran pernafasan; mengurangi pergerakan lambung dan
usus serta mencegah muntah ketika pasien dalam keadaan tidak sadar; menghambat
refleks vaso-vagal sehingga mencegah perlambatan dan henti denyut jantung;
mengurangi rasa sakit, rontaan dan rintihan selama masa pemulihan.
Menurut Ganiswara
(1995), medikasi pre-anestetik bertujuan untuk mengurangi efek negatif dari
anestesi seperti mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradycardia, muntah
sebelum dan sesudah operasi, kecemasan, memperlancar induksi, dan mengurangi
keadaan gawat anestesi . Penggunaan kombinasi ketamin dan xylazine ini harus
hati-hati karena memberikan efek samping seperti meningkatkan cardiac output,
tachycardia, hipotensi, hipersalivasi, meningkatkan kontraksi dan konvulsi otot
pada kucing serta mengakibatkan defisiensi hati dan ginjal. Oleh karena itu,
pemeriksaan hewan sebelum dilakukan operasi sangat penting untuk memastikan hewan
benar-benar dalam keadaan sehat. Namun pemberian kombinasi dari kedua anastesi
ini juga bertujuan untuk mencegah vomitus.
Monitoring selama operasi
dilakukan oleh asisten dengan tugas masing-masing. Monitoring meliputi
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan suhu tubuh. Secara umum frekuensi
jantung, nafas dan suhu tubuh mengalami penurunan. Monitoring hewan selama
operasi dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel1 Monitoring
pada saat operasi ovarihiosterektomi
Data monitoring preoperasi dan selama operasi
|
|||
Menit ke-
|
Suhu (°C)
|
Frekuensi jantung (x/menit)
|
Frekuensi nafas (x/menit)
|
0
|
37,5
|
96
|
72
|
15
|
35,1
|
132
|
24
|
25
|
35,1
|
112
|
28
|
35
|
33,8
|
100
|
16
|
45
|
34,1
|
104
|
24
|
55
|
33,6
|
112
|
24
|
65
|
33,1
|
112
|
20
|
75
|
32,8
|
116
|
20
|
85
|
32,6
|
136
|
20
|
Suhu tubuh mengalami penurunan terus menerus selam
operasi sampai pada 32.6 °C. Suhu normal kucing
adalah sekitar 37,7 – 39,4 0C (Anonim 2010a), penurunan suhu yang drastis disebabkan oleh metabolisme
tubuh selama operasi, penanganan yang dilakukan untuk mengatasi penurunan suhu
ini dengan melakukan kompres air hangat. Frekuensi jantung mengalami penaikan kemudian turun, pada awal terjadi
kenaikan hal ini disebabkan karena ketamin belum memberikan efek, efek ketamin
baru terlihat pada menit ke 45 pada saat operasi. Peningkatan frekuensi jantung
tidak begitu signifikan. Frekuensi nafas pada awalnya tinggi melewati batas
normal, perlahan menurun sampai pada batas normal.
Pemeriksaan kucing post operasi dilakukan selama 4 hari dimulai pada hari
selasa pasca operasi. Frekuensi nafas, jantung dan suhu tidak mengalami
perubahan yang signifikan, kucing mulai defekasi pada hari pertama. Hasil
pemeriksaan post operasi dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Hasil pemeriksaan post operasi ovariohisterektomi
Parameter
|
Pemeriksaan
post operasi hari ke -
|
|||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||||
P
|
M
|
P
|
M
|
P
|
M
|
P
|
M
|
|
Nafas
|
28
|
32
|
28
|
32
|
32
|
32
|
32
|
32
|
Jantung
|
96
|
92
|
104
|
104
|
100
|
104
|
102
|
100
|
Suhu
|
37.6
|
38.3
|
38.2
|
38.7
|
38.5
|
37.8
|
38.4
|
38.1
|
Makan
|
-
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Urinasi
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
Defekasi
|
-
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+: Kucing mulai makan, urinasi dan defekasi; -: Kucing mengalami belum
defekasi
Monitoring
post operasi dilakukan dengan mengamati suhu, frekuensi jantung, frekuensi
napas, defekasi, urinasi dan intake makanan. Pada hari pertama kucing tidak mau
makan, maka pemberian pakan dilakukan dengan cara dicekok dengan pakan kucing
basah selain itu kucing juga tidak mau minum. Untuk mengatasi ini kucing
diberikan air gula sebanyak 10-15 cc/hari. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
kucing tidak dehidrasi.
Frekuensi
jantung, nafas dan suhu post operasi masih dalam batas
normal. Hari pertama setelah operasi suhu tubuh 37.6 oC dan
mengalami kenaikan pada hari berikutnya. Suhu normal kucing adalah sekitar 37,7
– 39,4 0C (Anonim 2010a), Peningkatan
ini tidak sampai melewati batas normal. Frekuensi jantung
hari pertama pasca operasi 96 x/menit, pada malam harinya mengalami penurunan
menjadi 92 x/menit dan mulai stabil pada hari ke-2 yaitu berkisar 102 x/menit
sampai 104 x/menit. Frekuensi nafas kucing mengalami kenaikan dan penurunan
yang tidak begitu signifikan. Frekuensi napas normal kucing adalah
20-30 /menit (Anonim 2010). Peningkatan suhu terjadi pada
hari ke-2 dan bertahan sampai hari ke 4 yaitu 32x/menit.
Kucing
masih menolak makanan pada hari pertama kemungkinan
hal ini disebabkan karena pengaruh dari anestesi yang dilakukan pada saat
operasi. Keadaan kucing terlihat lemas dan belum bisa berjalan sempurna.
Keadaan ini berlangsung selama kurang lebih 24 jam setelah operasi. Setelah 24 jam kucing sudah mulai makan. Kucing mulai urinasi pada hari pertama (12 jam setelah operasi) dan defekasi pada
hari kedua setelah operasi. Urin kucing terlihat normal, begitu juga dengan
feses. Kucing mulai defekasi pada
hari kedua dengan konsistensi sedang. Selama empat hari hewan diberikan antibiotik
amoxicilin sebanyak 2 cc. Perban dan luka mulai kering pada hari ke 3.
KESIMPULAN
Ovarihisterektomi
diindikasikan untuk pengobatan pada organ reproduksi seperti tumor
pada ovarium. Ovarihisterektomi harus dilakukan dengan hati-hati karena bahaya yang dapat ditimbulkan akan
fatal sampai menyebabkan terjadinya kematian.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2010a. Aneka Kucing. [diunduh 2014 April 27] tersedia pada: http://aneka-kucingcomdata-fisiologis-kucing kesayangan anda_12.html.
Benson GJ,
Thurman WJ,
Tranguilli, and CW Smit. 1985. Cardiopulmonary effects of
an intravenous infusion of quaifenesin, ketamine, and xylazin in dogs. J. Vet Res. 49(9).
Ganiswarna SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Universitas Indonesia Pr.
I Komang WS,
Diah K. 2011. Bedah Veteriner. Surabaya (ID): Unair Pr.
Katzung BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Unair Pr.
Noviana D, Gunanti, Jelantik, Hanira NRF. 2006.
Pengaruh anestesi terhadap saturasi oksigen (SpO₂) selama operasi ovariohisterektomi kucing. J Sains Veteriner. 24(2):267.